MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
1 TAHUN 2013
TENTANG
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI
GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa hakekat pembangunan nasional
adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya, yang akan terwujud apabila kesejahteraan keluarga dan masyarakat
dapat dicapai dengan baik;
|
||
|
|
b.
|
bahwa dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat antara lain dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat melalui gerakan pemberdayaan dan
kesejahteraan keluarga;
|
||
|
|
c.
|
bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga
sudah tidak sesuai dengan perkembangan, sehingga perlu diganti;
|
||
|
|
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga;
|
||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4337) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
|
|
2.
|
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
|
||
|
|
3.
|
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3475);
|
||
|
|
4.
|
PerPeraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Tahun 2005
Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4587);
|
||
|
|
5.
|
5.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4588);
|
||
|
|
6.
|
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga
Kemasyarakatan;
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN
KELUARGA.
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Desa atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Kelurahan adalah wilayah kerja
lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan.
3.
Kecamatan adalah wilayah kerja
camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan daerah Kota.
4.
Lembaga Kemasyarakatan atau
sebutan lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan merupakan mitra Kepala Desa/Lurah dalam memberdayakan masyarakat.
5.
Gerakan Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga, selanjutnya disingkat Gerakan PKK adalah gerakan
nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah yang
pengelolaannya dari, oleh dan untuk masyarakat, menuju terwujudnya keluarga
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan
berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan keadilan
gender serta kesadaran hukum dan lingkungan.
6.
Keluarga adalah unit terkecil
dalam masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya
atau ibu dan anaknya.
7.
Keluarga sejahtera adalah
keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup mental spiritual dan fisik material yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar
anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
8.
Kesejahteraan Keluarga adalah
kondisi tentang terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dari setiap anggota
keluarga secara material, sosial, mental dan spiritual sehingga dapat hidup
layak sebagai manusia yang bermanfaat.
9.
Program PKK adalah 10 program pokok
PKK yang merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dasar untuk terwujudnya pemberdayaan
dan kesejahteraan keluarga.
10. Tim Penggerak PKK untuk selanjutnya disingkat dengan
TP PKK adalah fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak pada
masing-masing tingkat pemerintahan untuk terlaksananya program PKK yang
merupakan mitra kerja pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan/lembaga
kemasyarakatan lainnya.
11. Kelompok Dasa Wisma adalah Kelompok yang berada
dibawah Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan yang dapat dibentuk berdasarkan
kewilayahan, Dasa Wisma terdiri dari 10 – 20 rumah tangga atau sesuai dengan
situasi dan kondisi daerah setempat, dengan susunan keanggotaan seorang ketua
dan sekretaris yang dipilih sebagai kelompok potensial terdepan dalam
pelaksanaan program PKK.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN
Pasal
2
Pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK merupakan upaya memandirikan masyarakat dan
bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri,
kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan;
Pasal
3
Sasaran
Pemberdayaan Masyarakat melalui Gerakan PKK adalah Keluarga di perdesaan dan
perkotaan yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan kemampuan mental spiritual dan fisik material.
BAB III
KEWENANGAN
Pasal 4
(1) Menteri Dalam
Negeri melalui Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK secara nasional.
(2) Gubernur melalui
Kepala SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan masyarakat di Provinsi
menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK di Provinsi dan
Kabupaten/Kota di wilayahnya.
(3) Bupati/Walikota
melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten/Kota menyelenggarakan pemberdayaan
masyarakat melalui Gerakan PKK di Kabupaten/Kota.
BAB IV
PENYELENGGARAAN
Pasal
5
(1)
Penyelenggaraan
pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 dilakukan dengan 10 (sepuluh)
Program Pokok Gerakan PKK.
(2)
10
(sepuluh) Program Pokok Gerakan PKK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila;
b.
Gotong Royong;
c.
Pangan;
d.
Sandang;
e.
Perumahan dan tata laksana
rumah tangga;
f.
Pendidikan dan keterampilan;
g.
Kesehatan;
h.
Pengembangan kehidupan
berkoperasi;
i.
Kelestarian lingkungan hidup; dan
j.
Perencanaan sehat.
(3)
Uraian kegiatan 10 (sepuluh) program
pokok PKK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai kondisi dan prioritas
kebutuhan masyarakat.
|
Pasal 6
(1)
Menteri Dalam Negeri dalam menyelenggarakan Pemberdayaan Masyarakat
melalui Gerakan PKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) membentuk TP
PKK di Pusat.
(2)
Struktur
keanggotaan TP PKK Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),
terdiri dari:
a. Ketua
Umum
|
:
|
Isteri Menteri Dalam
Negeri
|
b. Ketua,
Sekretaris Umum, Sekretaris, Bendahara, Anggota
|
:
|
laki-laki
atau perempuan bersifat sukarela yang mampu dan peduli terhadap upaya
kesejahteraan keluarga dan tidak mewakili suatu organisasi, lembaga, dan
Partai Politik.
|
(3)
Susunan Keanggotan TP PKK Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 7
(1)
Gubernur dalam menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan
PKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) membentuk Tim Penggerak PKK di
Provinsi.
(2)
Struktur
keanggotaan TP PKK di Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. Ketua
|
:
|
Isteri
Gubernur
|
b. Wakil
Ketua I
|
:
|
Isteri
wakil Gubenur
|
c. Wakil
Ketua II, III dan IV, Sekretaris, Bendahara, Anggota
|
:
|
laki-laki
atau perempuan bersifat sukarela yang mampu dan peduli terhadap upaya
kesejahteraan keluarga dan tidak mewakili suatu organisasi, lembaga, dan
Partai Politik.
|
(3)
Susunan Keanggotan TP PKK di Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Gubenur.
Pasal 8
(1)
Bupati/Walikota dalam menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat melalui
Gerakan PKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) membentuk Tim Penggerak
PKK di Kabupaten/Kota, Tim Penggerak PKK di Kecamatan dan Tim Penggerak PKK di Kelurahan.
(2)
Struktur
keanggotaan TP PKK di Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
terdiri dari:
a. Ketua
|
:
|
Isteri Bupati/Walikota
|
b. Wakil
Ketua I
|
:
|
isteri Wakil Bupati/ Wakil
Walikota
|
c. Wakil
Ketua II, III dan IV, Sekretaris, Bendahara, Anggota
|
:
|
laki-laki
atau perempuan bersifat sukarela yang mampu dan peduli terhadap upaya
kesejahteraan keluarga dan tidak mewakili suatu organisasi, lembaga, dan
Partai Politik.
|
(3)
Struktur
keanggotaan TP PKK di Kecamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
terdiri dari:
a. Ketua
|
:
|
Isteri Camat
|
b. Wakil
Ketua I, II, III dan IV, Sekretaris, Bendahara, Anggota
|
:
|
laki-laki
atau perempuan bersifat sukarela yang mampu dan peduli terhadap upaya
kesejahteraan keluarga dan tidak mewakili suatu organisasi, lembaga, dan
Partai Politik.
|
(4)
Struktur
keanggotaan TP PKK di Kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
terdiri dari:
a. Ketua
|
:
|
Isteri Lurah
|
b. Wakil
Ketua I, II, III dan IV,Sekretaris, Bendahara, Anggota
|
:
|
laki-laki
atau perempuan bersifat sukarela yang mampu dan peduli terhadap upaya
kesejahteraan keluarga dan tidak mewakili suatu organisasi, lembaga, dan
Partai Politik.
|
(5)
Susunan Keanggotan TP PKK Kabupaten/Kota,
TP PKK Kecamatan dan TP PKK Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat
(3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Pasal 9
(1)
Dalam penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK di Desa
dibentuk TP PKK Desa.
(2)
Struktur
keanggotaan TP PKK Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1),
terdiri dari:
a. Ketua
|
:
|
Isteri Kepala Desa
|
b. Wakil
Ketua, Sekretaris, Bendahara, Anggota
|
:
|
laki-laki
atau perempuan bersifat sukarela yang mampu dan peduli terhadap upaya
kesejahteraan keluarga dan tidak mewakili suatu organisasi, lembaga, dan
Partai Politik.
|
(3)
Susunan Keanggotan TP PKK Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Pasal 10
(1)
Apabila Menteri
Dalam Negeri, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa/Lurah seorang perempuan atau tidak mempunyai isteri, Ketua Umum dan Ketua Tim Penggerak PKK di daerah ditunjuk oleh pejabat yang
bersangkutan.
(2)
Penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk TP PKK Provinsi dan
TP PKK Kabupaten/Kota dengan mengutamakan Isteri Wakil Gubenur dan isteri Wakil
Bupati/Wakil Walikota sebagai Ketua.
Pasal 11
(1)
Kepala Desa
dalam mempercepat pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK membentuk
kelompok PKK dusun/lingkungan/RW, RT dan kelompok Dasa Wisma.
(2)
Pembentukan
kelompok PKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa
Pasal 12
TP PKK Pusat, TP PKK Provinsi, TP PKK Kabupaten/Kota, TP PKK Kecamatan,
TP PKK Desa/Kelurahan dan kelompok-kelompok PKK bertanggung jawab dalam
pelaksanaan 10 (sepuluh) program PKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
Pasal
13
Untuk
mengoptimalkan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK, TP PKK dapat bekerjasama dalam
bentuk kemitraan sosial dan non
profit dengan lembaga kemasyarakatan lainnya, lembaga
international dan dunia usaha.
BAB V
PELAPORAN
Pasal 14
(1)
TP PKK
Desa melaporkan
pelaksanaan kegiatan Gerakan PKK kepada Kepala Desa selaku pembina TP PKK Desa dan kepada TP PKK Kecamatan.
(2)
TP PKK
Kelurahan melaporkan pelaksanaan kegiatan Gerakan PKK kepada Lurah selaku
pembina TP PKK Kelurahan dan kepada Bupati/Walikota melalui Camat serta kepada TP
PKK Kecamatan.
(3)
TP PKK
Kecamatan melaporkan pelaksanaan kegiatan Gerakan PKK kepada Camat selaku
pembina TP PKK Kecamatan dan Bupati/Walikota selaku pembina TP PKK
Kabupaten/Kota serta kepada TP PKK Kabupaten/Kota.
(4)
TP PKK
Kabupaten/Kota melaporkan pelaksanaan kegiatan Gerakan PKK kepada Bupati/Walikota selaku pembina TP PKK
Kabupaten/Kota dan kepada TP PKK Provinsi.
(5)
TP PKK
Provinsi melaporkan pelaksanaan
kegiatan Gerakan PKK kepada Gubernur selaku pembina TP PKK Provinsi dan kepada TP
PKK Pusat.
(6)
TP PKK
Pusat melaporkan pelaksanaan kegiatan Gerakan PKK kepada Menteri selaku pembina TP PKK Pusat.
Pasal 15
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
disampaikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 16
(1) Menteri Dalam
Negeri melalui Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat
melalui Gerakan PKK secara nasional.
(2) Gubernur melalui
Kepala SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan masyarakat di Provinsi
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemberdayaan
masyarakat melalui Gerakan PKK di Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya.
(3) Bupati/Walikota
melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK
di Kabupaten/Kota.
Pasal 17
(1)
TP PKK
Pusat melakukan pembinaan teknis penyelenggaraan
pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK yang dilakukan TP PKK Provinsi.
(2)
TP PKK
Provinsi melakukan pembinaan teknis
penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK yang dilakukan TP
PKK Kabupaten/Kota.
(3)
TP PKK
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan teknis
penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK yang dilakukan TP PKK Kecamatan, Desa/Kelurahan.
BAB VII
PENDANAAN
Pasal
18
Pendanaan
pemberdayaan
masyarakat
melalui Gerakan PKK bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa dan lain-lain sumber pendanaan yang sah dan tidak mengikat.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Dengan diundangkannya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan
Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 53 Tahun 2000
tentang Gerakan
Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di
Jakarta
pada tanggal 2
Januari 2013
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
GAMAWAN FAUZI
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 9 Januari 2013
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 60
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
ttd
ZUDAN ARIF FAKRULLOH
Pembina Tk.I (IV/b)
NIP. 19690824 199903 1 001
|