Laman

Selasa, 03 September 2013

Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai "parlemen"-nya desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota, dimana sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Walikota.
Ketua BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Wewenang BPD antara lain :
  • Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
  • Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
  • Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
  • Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
  • Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
Penggunaan nama/istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di Indonesia, dan dapat disebut dengan nama lain.


Badan Perwakilan Desa (BPD) yang ada selama ini berubah namanya menjadi Badan Permusyawaratan Desa. BPD merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa. Dalam pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, serta Dalam pasal 209 UU No 32 tahun 2004 Junto pasal 209 UU No 12 Tahun 2008 Juncto Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 disebutkan bahwa fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ialah menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai Badan Permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi. Perubahan ini didasrkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang baik diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.
Keanggotaan BPD seperti yang disebutkan dalam pasal 30 PP No 72 tahun 2005 adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Adapun jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan Desa (Pasal 31 PP No. 72 tahun 2005). Dalam Pasal 35 PP No 72 Tahun 2005, dijelaskan BPD mempunyai wewenang:
a) Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa
b) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
c) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
d) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
e) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan,dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD.
Dan dalam pasal 37 PP No 72 Tahun 2005, Anggota BPD mempunyai hak:
a) Mengajukan rancangan Peraturan Desa
b) Mengajukan pertanyaan
c) Menyampaikan usul dan pendapat
d) Memilih dan dipilih
e) Memperoleh tunjangan
Sedangkan yang dimaksud dengan Peraturan Desa ialah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa (pasal 55 PP No 72 tahun 2005). Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.
Peran BPD dalam mendukung tata penyelenggaraan Pemerintahan Desa
A. Fungsi Penyerapan Aspirasi
Aspirasi dari masyarakat yang diserap oleh BPD dilakukan melalui mekanisme atau cara ;
A.1. Penyampaian langsung kepada BPD
Penyampaian aspirasi oleh warga kepada BPD tidak jarang pula dilakukan baik secara individu maupun bersama-sama dengan menyampaikan langsung kepada anggota BPD yang ada di lingkungannya (RW).
A.2. Penyampaian melalui forum warga
BPD memperhatikan aspirasi dari masyarakat melalui forum-forum yang diadakan wilayah.
A.3. Penyampaian melalui pertemuan tingkat desa
Penyampaian aspirasi melalui forum rembug desa atau rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Pada forum ini pemerintah mengundang perwakilan dari masyarakat yaitu ketua RT/RW, tokoh agama, adat, masyarakat serta mengikut sertakan BPD guna membahas mengenai permasalahan maupun program yang sedang atau akan dijalankan oleh Pemerintah Desa.
B. Fungsi Pengayoman Adat
Pelaksanaan fungsi pengayoman adat oleh BPD dapat berjalan dengan baik apabila peran dari BPD dan juga kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai sosial seperti musyawarah dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul di dalam masyarakat tetap dijaga dan dipatuhi.
C. Fungsi Legislasi
Fungsi legislasi yang dilakukan oleh BPD mengacu kepada peraturan yang ada seperti PP 72 tahun 2006, Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 3 tahun 2010 tentang Badan Permusyawaratan Desa, dimana pada Pasal 9 Perda tersebut dijelaskan bahwa BPD berwenang :
a. membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa;
b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan Kepala Desa;
c. mengusulkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa;
d. membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;
e. menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
f. menyusun tata tertib BPD.
Proses pembuatan Peraturan Desa oleh BPD dapat dilakukan melalui proses penyerapan aspirasi dari warga. Proses tersebut dilakukan jika berkaitan dengan masyarakat atau yang akan melibatkan masyarakat. Pada pelaksanaannya, pembuatan Peraturan Desa usul dan inisiatif dapat muncul bergantian antara Pemerintah Desa dan BPD. Dalam pembuatan kebijakan desa, bargaining position aktor yang terlibat di dalamnya sangat menentukan terhadap hasil kebijakan yang akan dikeluarkan. Semakin kuat bargaining position aktor pembuat kebijakan akan lebih dapat menentukan arah kebijakan yang dibuat. Dominasi bargaining position oleh salah satu actor pembuat kebijakan akan menimbulkan kecenderungan arah kebijakan memihak pada aktor yang lebih dominan. Permasalahan akan muncul jika arah kebijakan lebih didominasi oleh pihak yang berseberangan dengan kepentingan publik atau warga.
Pada pembuatan APBDes, pemerintah mengundang BPD dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan masukan mengenai materi yang akan dimasukkan dalam RAPBDes. RAPBDes yang telah disusun oleh pemerintah kemudian diserahkan kepada BPD untuk dibahas dan disetujui.
D. Fungsi Pengawasan
Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan merupakan salah satu alasan terpenting mengapa BPD perlu dibentuk. Pengawasan oleh BPD terhadap pelaksanaan pemerintahan desa yang dipimpin Kepala Desa merupakan tugas BPD. Upaya pengawasan dimaksudkan untuk mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Konsistensi BPD dalam melakukan pengawasan terhadap bagaimana suatu program pemerintah, fungsi pemerintahan, peraturan dan keputusan yang telah ditetapkan bersama BPD dilaksanakan oleh Pemerintah Desa.
Sikap Kepala Desa yang tidak otoriter dalam menjalankan kepemimpinannya menjadikan BPD mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk mewujudkan adanya pemerintahan yang baik dan berpihak kepada warga. BPD merupakan lembaga desa yang mempunyai kedudukan sejajar dengan Kepala Desa dan menjadi mitra Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa terealisasi berdasarkan pengamatan BPD sering diikutsertakan dan didengarkan apa yang menjadi aspirasi dan masukannya.
E. Faktor Pendukung
1. Pemerintah Desa
Terwujudnya pelaksanaan peran dan fungsi BPD secara maksimal di desa salah satu faktor penyebabnya adalah karakter Kepala Desa yang kooperatif sehingga dapat menjadikan fungsi BPD mampu mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik. Komitmen Kepala Desa untuk menjadikan BPD sebagai lembaga pemerintahan di tingkat desa yang mempunyai kedudukan sejajar dengan Kepala Desa terwujudkan. Ini dapat ditunjukkan dengan adanya komitmen bersama antar kedua lembaga sebagai elemen penyelenggara pemerintahan desa. Kepala Desa tidak lagi dominan hal ini menunjukkan bahwa paradigma pemerintahan desa sudah berubah. BPD dengan pemerintah desa menjadi pendamping sekaligus mitra dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan lembaga swadaya desa maupun organisasi lain di desa Pengawasan yang dijalankan oleh BPD terhadap pemakaian anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dengan realisasi pelaksanaannya. Kesesuaian antara rencana program dengan realisasi program dan pelaksanaannya serta besarnya dana yang digunakan dalam pembiayaannya adalah ukuran yang dijadikan patokan BPD dalam melakukan pengawasan.
2. Masyarakat
2.1 Sosial Budaya
Sosial budaya di desa masih menyimpan nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang mendukung dan cukup membantu usaha mewujudkan tata penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik. Kebiasaan-kebiasaan itu antara lain ;
a. Gotong Royong
Gotong royong dapat dilakukan warga ketika ada program bersih desa, menjelang peringatan hari-hari tertentu, dan ketika membantu warga lain yang sedang ada hajatan maupun musibah.
b. Musyawarah
Kebiasaan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam desa membuat BPD mampu untuk melaksanakan fungsi pengayoman dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali solusi terbaik yang dapat diambil ketika ada pertentangan maupun perselisihan antar warga adalah Pemerintah Desa bersama BPD sebagai penengah mengupayakan pemecahan dengan mengundang kedua belah pihak yang berselisih untuk duduk bersama mengambil jalan keluar secara kekeluargaan sebagai contoh sengketa lahan maupun batas patok terhadap tanah yang dimiliki.
2.2. Partisipasi
Pelaksanaan fungsi dan peran BPD dapat berjalan dengan baik tidak dapat terlepas dari dorongan dan partisipasi dari masyarakat desa. Keberadaan BPD dalam pemerintahan desa dapat memberikan warna lain, bahwa kebijakan pemerintah desa diharapkan dapat dijalankan dengan transparan sehingga masyarakat ikut ambil bagian dalam proses partisipasi dan pengawasannya. Hal ini menunjukkan bahwa di era reformasi sekarang dan otonomi daerah yang merupakan tumpuan banyak orang untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, telah menunjukkan perubahan pada pemerintahan paling bawah ke arah lebih demokratis.
Dalam pembentukan Peraturan sangatlah wajar bila terdapat perbedaan. Demokrasi sejatinya adalah sebuah proses untuk mencari suatu persamaan dari perbedaan-perbedaan hakiki. Demokrasi bukan menciptakan perbedaan, tetapi menyatukan persamaan atas perbedaan merupakan salah satu fungsi demokrasi. Jika ada perbedaan pendapat untuk mencapai persamaan, hal itu perlu dihargai sebagai proses demokrasi. Oleh karenanya terasa wajar bila dalam mekanisme pembahasan rancangan peraturan daerah yang merupakan cara menyatukan persamaan pendapat sebagai cerminan demokrasi.
2.3. Sumber Daya Manusia
Seperti telah diketahui pada saat ini, rata-rata mereka yang duduk di susunan keanggotaan BPD telah memiliki pengalaman organisasi sebelumnya. Begitu juga anggota memiliki latar belakang profesi yang berbeda dan sebagian besar adalah kaum pendidik. Kemampuan dalam bidang akademis dan ditunjang pengalaman organisasi baik di masyarakat maupun di luar membuat BPD memiliki kapasitas untuk menghimpun dan menterjemahkan aspirasi warganya.
F. Faktor Penghambat
1. Sumber Dana
Permasalahan pendanaan merupakan permasalahan yang cukup penting dalan setiap kegiatan. Faktor keuangan menjadi salah satu permasalahan yang harus dipenuhi sebuah lembaga dalam mendukung operasionalnya. Permasalahan pendanaan dirasakan oleh banyak BPD di kabupaten Gresik karena alokasi untuk operasional dan kesejahteraan BPD dirasakan kurang mencukupi. Hal ini dirasakan ketika BPD dituntut secara optimal menjalankan fungsi dan perannya.
2. Organisasi Eksternal
Berdasarkan hasil pengamatan kinerja organisasi baik kemasyarakatan maupun politik di desa belum bisa menjadi kekuatan politik yang efektif di tingkat desa. Contoh, organisasi kepemudaan yang ada di desa sampai saat ini belum bisa menjadi salah satu kekuatan politik yang efektif di desa mengingat sebagian besar anggotanya lebih menyukai kegiatan yang sifatnya ringan. Begitu juga dengan organisasi politik yang ada fungsi kepartaian dilakukan hanya pada saat ketika akan dilakukan pemilihan baik pada tingkat Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat.

Tidak ada komentar: