Suatu hari
Rabi’ah menegur Saleh, seorang guru yang selalu mengajari murid-muridnya supaya
terus berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan. “ Teruslah kalian mengetuk, “
ujar Saleh. “ Lama kelamaan insya Allah , Dia akan membuka pintuNya. “
“ Saleh, “
ujar Rabi’ah, “ mengapa kau selalu menggunakan kata akan ? Pernahkah Tuhan
menutup pintu-Nya ? “
Wawasan
spiritual semacam itu memang lazim dikalangan para Sufi seperti Rabi’ah. Bagi
mereka, pintu Tuhan senantiasa terbuka untuk segenap hamba-Nya. Mereka selalu
menekankan, dengan berbagai cara dan ungkapan , bahwa Tuhan tak perlu dicari
oleh manusia, sebab Dia senantiasa hadir. Dalam ungkapan Bayazid Bistami,
justru Tuhan-lah yang “ mencari “ manusia – dan manusialah yang sering
menghindari-Nya, karena itu tak menemukan-Nya.
Para Sufi
memang kerap mencengangkan kita dengan ungkapan-ungkapan yang tak lazim dalam konteks
hubungan manusia dan Tuhan. Nada ungkapan mereka kadang terdengar terlalu “
berani “ atau bahkan “gegabah” , sehingga mereka sering disalah mengertikan
oleh orang-orang yang terbiasa memegang ajaran-ajaran agama secara
formal-tekstual. Padahal, sesungguhnya yang mereka lakukan adalah mencoba
menggali inti pengertian dilapisnya yang terdalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar